Kamis, 05 Februari 2015

Tugas Utama Sekolah, memberikan pendidikan dan perlindungan terhadap siswa.

Di muat di TEMPO.COJakarta - Enam siswa SMA 3 Jakarta diskors oleh pihak sekolah lantaran diduga terlibat dalam pengeroyokan terhadap seorang warga setempat. Skorsing ini kemudian diprotes oleh para orang tua siswa,  Frans Paulus, orang tua salah satu siswa menyatakan, apa yang dilakukan anak-anak itu adalah upaya pembelaan diri. "Mereka merasa terancam dan terdesak. Karenanya mereka melawan," kata dia Kamis 5 Februari 2015. Kepsek SMA 3 Jakarta Retno Listyarti mengatakan, para siswa itu telah melakukan kekerasan meskipun mereka disebut melakukan pembelaan diri. "Mereka telah mengeroyok orang lain hingga terluka," kata dia. Di dunia pendidikan, kata Retno, hal tersebut sudah melanggar peraturan. "Pak Gubernur sendiri sudah menyatakan pelaku kekerasan harus dikeluarkan," ujarnya.

Sebelumnya memang sudah diumumkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memberikan teguran keras pada siswa sekolah yang terlibat tawuran. Salah satunya, mereka akan dilarang bersekolah di Jakarta. Menurut Kepala Dinas Pendidikan, Lasro Marbun, dirinya telah mendapatkan perintah untuk melarang siswa yang ikut tawuran bersekolah di Jakarta. Perintah ini diterima dari Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) yang saat itu masih menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta"Saya soal berantem di sekolah, soal bullying, saya minta siapa pun yang berantem di kelas di keluarkan dari sekolah negeri, tidak ada toleransi," kata Ahok di Taman Monas Jakarta.

Kekerasan di lingkungan sekolah di Jakarta memang beragam mulai dari bulliying siswa senior terhadap junior, tawuran antar pelajar antar sekolah, perkelahian sesama pelajar di sekolah atau pelecehan staff dan guru sekolah terhadap murid. Belum lagi perselisihan dan perkelahian siswa sekolah dengan lingkungan sekitar, karena rata-rata lokasi sekolah di Jakarta berdampingan dengan kompleks perumahan, kompleks perkantoran, lokasi bisnis komersial dan sebagainya.

Dalam peristiwa kekerasan yang terjadi antara siswa-siswa SMA 3 dengan wrga sekitar yang juga alumni sekolah tersebut, seyogyanya pihak sekolah hati-hati dalam menyelesaikan kasusnya. Pemberlakuan hukuman skorsing kepada siswa-siswa SMA 3 tidak serta merta menyelesaikan kasusnya, bahkan dikhawatirkan akan memicu konflik yang lebih besar dan berkepanjangan. Pihak sekolah tidak pantas menyelesaikan kasus itu hanya berdasarkan arahan Gubernur tanpa mempertimbangkan pihak-pihak lain yang berkaitan.

Pemberlakuan skorsing secara sepihak oleh sekolah kepada siswa pantas diterapkan bila peristiwa itu dilakukan di lingkungan sekolah atau dilakukan di luar sekolah dengan siswa sekolah lain, karena perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai kenakalan pelajar. Tetapi jika melibatkan pihak lain yang bukan pelajar, seharusnya sekolah melindungi siswa sekolahnya, bukan menghukumnya. Seolah-olah Sekolah membenarkan tindakan pihak-pihak lain (warga sekitar yang alumni sekolah tsb) untuk melakukan perbuatan-perbuatan intimidasi dan gangguan dan menjustifikasi siswa sekolahnya sebagi pihak yang salah.

Perlu dikaji lebih dulu sejauhmana keterlibatan alumni dari warga sekitar sehingga terjadi tindak kekerasan yang dilakukan para siswa itu. Tetapi terlepas dari itu semua, bagaimana Sekolah melindungi siswa-siswanya adalah yang tindakan lebih penting dibanding mendahulukan hukuman. Bagaimanapun sekolah adalah lembaga atau institusi yang diserahkan orangtua sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan dan perlindungan saat mereka masih berada di lingkungan sekolah.

Sekolah harus bertindak lebih arif dalam menghadapi gesekan yang terjadi antara pihak sekolah, staff sekolah, guru atau siswa dengan lingkungannya. Tidak selamanya warga yang berada di lingkungan diberlakukan sama dengan aturan yang berlaku bagi siswa. Boleh jadi jika Sekolah tidak melindungi para siswanya akan terjadi intimidasi yang lebih besar dan membuat para siswa takut untuk bersekolah, mengingat pelaku yang terlibat adalah mereka yang tergolong lebih tua usianya dibanding para siswa yang masih remaja.

Sekolah punya perangkat seperti keamanan, staff dan punya koordinasi dengan pihak aparat penegak hukum seperti polisi yang dapat memberikan bantuan perlindungan dari pihak-pihak lain yang mengganggu keamanan sekolah dan para siswanya. Siswa yang terlibat kekerasan memang tidak dibenarkan, tetapi perlu pertimbangan yang lebih baik dengan melibatkan orangtua atau pihak aparat dalam menyelesaikan masalahnya. Jangan menggunakan kacamata kuda arahan Gubernur saja tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain.