Kamis, 24 November 2016

Tergesa-gesa jadi gaya hidup, Sarapan seimbang solusinya

“Maaa, aku berangkat yaa”  teriak Funny Van dari teras rumah sambil naik di jok motor yang sudah dipanaskan sejak 10 menit lalu.
“Aku juga berangkat Ma,” kata The Best Bast sambil naik di motor yang lain. Ke duanya menderu secara bersamaan keluar dari teras rumah.
“Heiii, sudah sarapan belum? Tanya Mamanya sambil berlari dari dalam rumah.
“Nggak Ma, udah telat nih” jawab Funny Van, “Ya udah kesiangan” tambah The Best Bast.
“Baru juga setengah enam lewat” jawab si Mama.
“Daag Mama” ucap mereka berdua.
Gaya hidup tergesa-gesa seolah-olah menjadi gaya hidup yang umum dialami setiap keluarga di kota besar seperti keluarga di atas. Patokan mulainya aktivitas tidak lagi berdasar pada jarum jam di dinding, tapi terang sinar matahari. Jika melihat hirukpikuknya aktivitas masyarakat pagi hari, dimana sudah banyak orang yang cepat-cepat pergi ke tempat kerja atau memburu rejeki. Masyarakat perkotaan berpacu dengan waktu mengejar jadwal kerja yang panjang, kemacetan lalu lintas serta tuntutan produktifitas kerja yang terus meningkat. Aktivitas yang dimulai sejak pagi hari hingga larut malam sudah menjadi kebiasaan yang terlihat dimana-mana, termasuk anak-anak sekolah yang harus berangkat lebih awal setelah jam sekolah maju mulai pukul 6.30.
Waktu aktivitas yang lebih panjang jika dibandingkan 10 atau 15 tahun lalu, termasuk pergi dan pulang menuju tempat kerja, sekolah atau beraktivitas setiap hari, memerlukan stamina dan kesehatan yang prima. Meski rata-rata hanya 5 hari seminggu, akibat tuntutan dan gaya hidup saat ini, masyarakat kota rentan terserang penyakit, terutama penyakit akibat gaya hidup itu sendiri.
Sarapan bisa saja menjadi kegiatan yang sering terlewatkan bahkan sering diabaikan, karena tuntutan pekerjaan atau kondisi lalu lintas yang memaksa orang untuk pergi lebih pagi. Sarapan di rumah dianggap membuang waktu, dan kemudian lebih memilih sarapan di kantor atau di sekolah. Akibatnya waktu sarapanpun menjadi molor, bahkan lebih sering brunch, istilah sarapan yang digabung dengan lunch, -breakfast and lunch.
Terkait dengan membiasakan gaya hidup sehat, saya cukup gembira ketika diajak untuk mengikuti diskusi dan konpers BELVITA, yang diselenggarakan di sebuah hotel berbintang 5 di Jakarta beberapa waktu lalu. Selain acaranya yang pasti mewah, jarang masalah sarapan dibahas dikaitkan dengan gaya hidup. Yang hadir untuk berbicara juga bukan sembarangan, salah satunya adalah Profesor Hardinsyah MS PhD, seorang professor Gizi FEMA IPB, yang menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizidan Pangan Indonesia (PERGIZI PANGAN Indonesia) dan Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia (AIPGI). Pembicara lain yang tampil, Andra Alodita, seorang selebiriti blogger yang juga berprofesi sebagai photographer.
Sunil Tahir
Acara ini digagas Mondelez Indonesia ini mengambil thema, Wholesome and Balanced Breakfast for Productive On The Go lifestyle. Dimulai dengan makan siang yang super lengkap dan dilanjutkan sesi photo booth BELVITA, diskusi diawali dengan sambutan Presiden Mondelez Indonesia Sunil Tahir. Dalam sambutannya Sunil mengungkapkan, Mondelez berkomitmen menciptakan produk yang sesuai dengan perubahan gaya hidup dan kebutuhan akan kesehatan konsumen. Mondelez meluncurkan BELVITA, biscuit yang dibuat khusus sarapan karena mengandung sereal whole grain (gandum utuh) yang mengandung karbohidrat dan 5 vitamin yang sangat dibutuhkan tubuh.
Prof Hardinsyah menerangkan sedikitnya 30% rata-rata wanita dewasa jarang atau tidak sarapan pagi hari sesuai dengan data ang diperoleh dari 5 kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya dan Makassar.  Alasannya mulai dari tidak terbiasa, waktu yang sangat terbatas, takut gemuk sampai karena memang tidak ada makanan yang akan disantap untuk sarapan.
Menurut Prof Hardinsyah, pola hidup yang sehat harusnya diawali dengan sarapan yang sehat dan seimbang. Sarapan seimbang itu artinya cukup karbo, serat, protein dan vitamin. Kegiatan atau aktifitas fisik yang dimulai dengan sarapan yang sehat dan seimbang dapat memicu semangat kerja atau belajar untuk waktu yang cukup lama, sampai waktu makan siang. Sarapan yang baik kalau lambat diproses di dalam tubuh sehingga menimbulkan efek kenyang yang cukup lama juga. Kalau makanan itu cepat diproses dan dicerna, biasanya perut akan cepat merasa lapar. Whole grain (gandum utuh) yang banyak mengandung karbohidrat cenderung lambat diproses di dalam tubuh, sehingga baik untuk pencernaan terutama penderita diabetes, karena lambat untuk diubah menjadi gula darah.
Andra Alodita, food blogger yang juga photographer berbagi pengalaman tentang konsumsi sarapan yang biasa dikonsumsi keluarga kecilnya. Ibu dari batita ini mengatakan, ia terbantu dengan adanya sarapan praktis seperti biscuit BELVITA, karena ia cukup menambahkan segelas susu atau buah-buahan, asupan karbo dalam BELVITA sudah cukup mengenyangkan. Ia biasa makan 1 atau 2 bungkus BELVITA (sekitar 40 g) dengan ditambah buah2an dan segelas susu. Ia juga menyebutkan dengan adanya 2 rasa, Susu  dan Sereal serta Coklat, ia dapat berganti-ganti varian sehingga tidak bosan.

Menurut Andra, dengan aktivitas yang sibuk di kota besar seperti Jakarta, memang perlu ada solusi sarapan praktis yang sehat dan seimbang, agar tubuh tetap dapat fit dan bertenaga sampai jadwal makan siang. Belum lagi dengan kondisi lalu lintas yang padat, BELVITA dapat dikonsumsi sambil perjalanan ke tempat kerja, atau sekolah bagi anak-anak. Kemasan praktis 2 tangkup BELVITA bisa masuk di kantong atau tas kecil yang tidak repot, katanya.




1 komentar:

  1. Gak ada wkt sarapan? Bàwa aja belVita utk sarapan seimbang on-the-go.

    BalasHapus