Menjelang bulan Ramadhan lalu,
Presiden Jokowi mengatakan kedatangan ratusan ekor sapi dari NTT akan dapat
menurunkan harga daging sapi ke kisaran Rp70.000 – 80.000/kg. Harga itu
diperkirakan dapat dicapai karena harga daging sapi hidup berkisar Rp 35.000-
37.000/kg.
Hitung-hitungan presiden
Jokowibarangkali bisa disebut sebagai harga yang realistis, meski pada akhirnya
banyak yang mengatakan harga itu mustahil bisa dicapai. Kenyataannya memang
menjelang lebaran harga daging sapi tetap melonjak mencapai diatas Rp
100.000/kg, bahkan ada yang mencapai Rp130.000/kg. Akhirnya Kementrian
Perdagangan membuka keran impor daging sapi untuk menekan naiknya harga daging
dan menjual daging impor dengan kisaran harga Rp85.000/kg.
Sebenarnya mengapa harga daging
sapi begitu sulit untuk dikendalikan, diatur dan ditekan mencapai harga ideal
konsumsi masyarakat? Mungkin harga ideal benar Rp85.000/kg, tetapi mestinya
harga ideal itu bisa dicapai juga untuk harga daging sapi local, bukan daging
sapi impor. Mengapa daging sapi local selalu lebih mahal dibandingkan harga
daging sapi impor?
Program Pemerintah dengan
menggunakan kapal angkut khusus ternak yang dapat mengangkut sekitar 500 ekor
ternak menjadi andalan untuk mengatasi kurangnya pasokan daging sapi yang
sebenarnya lebih banyak dikonsumsi masyarakat Jabodetabek. Kapal Camara
Nusantara I berhasil membawa 300 ekor sapi dari Kupang, NTT dan 200 sapi Ongole
dari Sumba.
Menteri
Pertanian, Amran Sulaiman, mengklaim pengangkutan ternak dengan kapal, bisa
menurunkan biaya angkut kapal. Dikatakan dengan pengangkutan lewat laut, biaya
angkut bisa ditekan dari Rp1,8 juta per ekor menjadi Rp320 ribu per ekor. "Yang
kedua, (susutnya) bobot menjadi turun dari 20 persen menjadi tiga persen,"
Kata Menteri Pertanian.
Mari sekarang kita analisa,
benarkah mengangkut menggunakan kapal ternak sudah efisien dan dapat menurunkan
harga daging sapi di Jabodetabek?
Harga daging sapi di petani NTT
berkisar Rp 30.000/kg timbang hidup dengan biaya angkut Rp2000-3000/kg sampai di karantina. Dengan
biaya angkut Rp320.000 ekor maka untuk 1 ekor sapi harga beli dan siap diangkut
ke Jakarta berkisar antara Rp 10.500 ribu – 11juta. Biaya pakan selama 5 hari
dan resiko susut sebesar 5 % maka biaya tambahannya berkisar sekitar 1 juta
(susut Rp 525.000 dan biaya pakan Rp475.000), maka kira-kira harga yang harus
dibayar sekitar Rp 12 juta.
Perhitungan harga jual karkas
daging sapi adalah 50% dari bobot sapi, karena selebihnya berupa kulit, tulang
dan jeroan yang harganya jauh dibawah harga dagingnya. Jadi 50% dari 285kg X Rp85,000=
Rp12.112.500. Pedagang masih untung Rp 112.500. ditambah sisa karkas yang
rata-rata dijual Rp 25000 X 142.5 kg= Rp 3.562.500. Maka rata-rata keuntungan
yang masih bisa diperoleh sebesar Rp 3.673.500.
Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan peneliti dari Fakultas Pertanian UNPAD tahun 2015 masih ada
biaya-biaya yang harus dikeluarkan seorang pedagang besar dari RPH sampai ke
pasar. Biaya-biaya itu mulai dari sewa mobil,upah supir, upah tukang angkut,
sewa tempat di RPH, retribusi potong, biaya potong, biaya menguliti dan
membersihkan dan upah pemotongan yang mencapai Rp965.000/ekor. Jadi keuntungan
Rp 3.673.500 – 965.000= Rp 2.708.500/ekor. Seandainya rata-rata untuk
mengangkut sapi dari NTT sampai ke RPH Cakung dan dikirim ke pasar memakan
waktu + 7 hari, maka seorang pedagang rata-rata mendapatkan penghasilan
sekitar Rp 300-350 ribu/hari. Melihat perhitungan demikian, maka tidak heran
banyak pedagang daging sapi yang mengatakan mustahil menjual dengan harga Rp
85.000/kg, apalagi dengan berbagai resiko yang harus dihadapi, belum lagi
seandainya sapi itu mati diperjalanan.
KOPERASI sebagai mitra petani dan
pedagang sapi.
Dengan permasalahan daerah
penghasil sapi yang rata-rata jauh dari Jakarta, sedang konsumsi terbesar
adalah masyarakat dan industry di sekitar Jabodetabek, maka perlu dicari solusi
untuk memangkas biaya dan resiko agar daging sapi yang diterima masyarakat bisa
relative ideal dari segi harga dan mutu. Mengkonsumsi daging sapi lokal berarti
juga menyejahterakan peternak-peternak sapi. Berbeda dengan mengkonsumsi daging
sapi impor yang lebih menguntungkan para pengusaha dan importer. Terlebih lagi
dengan mengkonsumsi daging sapi lokal menunjukkan bahwa kualitas daging sapi
lokal tidak lebih buruk dibandingkan daging sapi impor.
Koperasi harus didirikan di
pusat-pusat peternakan sapi seperti di Jawa
Timur, Jawa Tengah, NTT, NTB Bali atau daerah-daerah
lain. Koperasi yang harus didirikan bertujuan menyiapkan infrastruktur agar
masyarakat yang memerlukan daging sapi memperolehnya lebih mudah, lebih murah
dan lebih cepat. Jika daerah penghasil sapi letaknya jauh dari Jakarta atau
Jabodetabek, mengapa RPHnya harus ada di Jakarta atau di Jabodetabek. Mengapa
Koperasi tidak mendirikan RPH-RPH di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTT atau NTB. Jika
Koperasi mendirikan RPH di pusat-pusat peternakan yang letaknya tidak jauh dari
peternakan, maka efisiensi biaya di RPH dapat ditekan seminimal mungkin. Tidak
perlu ada biaya sewa mobil,supir, biaya angkut, sewa tempat RPH dll. Barangkali
hanya perlu retribusi dan ongkos potong.
Selain itu Koperasi bisa
bekerjasama dalam pengawasan RPH yang didirikan sehingga sapi yang akan
dipotong benar-benar sapi yang memenuhi syarat. Misal ketentuan berat minimum,
sehat dan jantan. Dengan demikian maka dokter-dokter hewan juga bisa dikirim ke
daerah-daerah untuk memelihara kesehatan sapi peternak sampai siap untuk
dipotong..
Apa lagi yang bisa dikerjakan
koperasi?
Australia bisa mengirim
daging-daging sapi beku dalam bentuk potongan-potongan besar dan dijual dengan
harga yang lebih murah dari daging sapi lokal. ArtinyaJika Australia bisa
mengirim dan menjual dengan harga murah, maka Kop[erasi juga bisa melakukan hal
yang sama. Artinya perlu membangun Rumah pendingin (Cool storage) yang mampu
menampung daging-daging sapi yang telah dipotong. Cool storage dengan kapasitas
20-50 ton (sesuai dengan kapasitas potong per hari/minggu) akan menjadi tempat
penyimpanan sementara sebelum dikirim ke daerrah-daerah yang membutuhkan
terutama Jakarta/Jabodetabek. Pengiriman bisa dilakukan dengan truck container berpendingin
yang mampu menjaga kualitas daging hingga beberapa hari bahkan minggu.
Dengan pengepakan (packaging)
yang baik maka daging-daging sapi itu dapat dikirim dan sudah terseleksi sesuai
dengan potongan, kaki depan, kaki belakang, rib, tenderloin, sirloin, hati
bahkan sampai kulit dan tulang belulangnya. Dengan dipilah-pilah sesuai
potongan, maka sejak awal harga daging sudah bisa ditentukan oleh koperasi.
Pedagang besar yang membeli dari koperasi bisa mendapat harga yang pantas untuk
setiap kualifikasi daging sesuai dengan mutu potongan daging.
Masih adakah yang bisa dilakukan
koperasi?
Setelah menguasai di bagian peternakan,
dan RPH serta penyimpanannya, Koperasi bisa mendirikan divisi angkutan dan
transportasi. Pengangkutan bisa menggunakan kontainer 20 F atau 40 F, yang
pasti jumlah yang diangkut akan menjadi lebih banyak dengan resiko yang lebih
kecil dibandingkankan mengangkut sapi hidup. Setelah dibekukan, daya susut
daging bahkan mungkin bisa seperti target dari Menteri Pertanian yang besarnya
3%.
Selain itu, seandainya para
pedagang besar tidak mau menampung daging dari koperasi, Koperasi bisa
menyiapkan divisi pemasaran yang memasok daging sapi langsung ke pasar, industri
restoran atau industri makanan olahan.
Koperasi akhirnya benar-benar bisa melakukan kegiatan dari hulu hingga hilir
dalam mengatasi problema daging sapi yang tidak pernah kunjung selesai.
Reformasi dan Revitailasi
Koperasi peternakan khususnya peternakan sapi bisa menjadi alternative yang
baik dalam mengendalikan, mengatur dan menekan harga daging sapi sampai pada
tingkat yang ideal. Bahkan dengan reformasi dan revitalisasi koperasi
peternakan, bukan tidak mungkin Koperasi akan mampu menjadi eksportir daging
sapi ke mancanegara, dan daging sapi Indonesia akan merajai perdagangan di Asia
bahkan dunia.
Catatan.
Struktur biaya dan Margin dari RPH ke Pedagang Besar, penelitian oleh
Zahra Nur Amirah, Maman Paturochman, Adjat Sudrajat Masdar; Fakultas Peternakan
UNPAD, Alumni Fakultas Peternakan UNPAD thn 2015, Staf Pengajar Fakultas
Peternakan UNPAD- Analisis Rantai Pasok Daging Sapi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar